SOLOPOS.COM - Capres nomor urut 02 dan 01, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan di Debat Capres 2024. (Youtube/KPU RI)

Solopos.com, JAKARTA — Calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan menyebut tingginya indeks polusi di Jakarta dikarenakan banyaknya alat pendeteksi atau pemantau kualitas udara yang terpasang di sejumlah titik dibandingkan daerah lain. Kendati begitu, ia mengakui angka tersebut juga disumbang oleh emisi kendaraan di Jakarta.

Hal itu disampaikan Anies menanggapi pernyataan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dalam debat perdana Capres di Kantor KPU Pusat Jakarta, Selasa (12/12/2023), yang menyinggung kepemimpinan Anies saat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Menurut Prabowo, anggaran DKI Jakarta yang mencapai Rp80 triliun tak bisa mengatasi indeks polusi ibu kota Negara itu.

Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo

“Ketika polusi udara terjadi dan anginnya bergerak ke arah Lampung, ke arah Sumatra, ke arah Laut Jawa, di sana tidak ada monitor, maka (indeks polusi) tidak muncul. Kalau problemnya dari dalam kota saja, maka memang (angkanya) konsisten tiap waktu,” jawab Anies.

Pernyataan Anies tersebut salah karena Provinsi Lampung memiliki alat pemantau kualitas udara yang diuji di sejumlah daerah secara rutin, berdasarkan penelusuran Tim Live Cek Fakta di Antaranews.

Sementara berdasarkan berita di Republika, DKI Jakarta menggunakan alat pengukur udara berupa stasiun pemantau kualitas udara (SPKU). Tercatat, ada lima SPKU fixed station di lima kota administrasi di DKI Jakarta.

Anies kemudian menyebut pihaknya sudah melakukan sejumlah cara untuk mengatasi polusi. Pertama, dengan pengendalian emisi dari kendaraan bermotor dengan pengujian emisi kendaraan. Kedua, elektrifikasi kendaraan umum, dan ketiga konversi kendaraan umum dari bahan bakar minyak (BBM) menjadi elektrik.

“Dan dulu yang naik kendaraan umum hanya 350.000 per hari, sekarang 1 juta per hari. Itu yang kami kerjakan untuk menangani soal polusi di Jakarta,” kata Anies.

Pernyataan Anies tersebut sebagian benar karena jumlah penumpang kendaraan umum di Jakarta, salah satunya Trans Jakarta mencapai sejuta penumpang per hari dan terus meningkat.

Namun, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jakarta, jumlah penumpang pada 2019 lebih banyak dibandingkan pada 2020 dan 2021. Kemungkinan karena pada dua tahun itu terjadi Pandemi Covid-19 sehingga terjadi penurunan penumpang.

 

Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya