SOLOPOS.COM - Salah satu daging kurban yang ditemukan cacing hati. (Istimewa/Dokumentasi DKPP)

Solopos.com, SOLOIduladha telah tiba, tradisi bagi-bagi daging kurban bakal mengikuti setelah Salat Id digelar.

Seiring banyaknya daging kurban, baik sapi maupun kambing hingga kerbau yang beredar di masyarakat, banyak pula isu yang cukup meresahkan beredar di media sosial maupun layanan perpesanan.

Promosi Pramudya Kusumawardana Bukti Kejamnya Netizen Indonesia

Seperti pada medio Agustus 2018 lalu yang beredar narasi daging sapi yang mengandung TBC ditandai adanya bintik-bintik putih.

Narasi yang beredar di media sosial Instagram dan X (dulu Twitter) itu mengatakan bahwa kondisi daging tersebut menandakan si hewan mengalami penyakit TBC atau kanker pada hewan dan bisa menular ke tubuh yang mengkonsumsi. Padahal, narasi tersebut tidak benar.

 

Informasi menyesatkan mengenai daging mengandung penyakit TBC di Twitter. (Istimewa)

Guru Besar Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana I Wayan Suardana memberikan klarifikasi terkait informasi itu, seperti diberitakan di Tempo.co.

“Itu bukan TB, itu cysta cacing pita, bahaya juga karena zoonosis atau infeksi yang ditularkan antara hewan vertebrata dan manusia atau sebaliknya, tapi bukan TB,” jelas Suardana.

Suardana menambahkan bahwa dokter yang menyebarkan pesan tersebut harus membuka buku tentang zoonosis. Di dalam buku Suardana, terdapat informasi tentang zoonosis lengkap disertai gambar-gambar.

“Memang seperti sarang perkejuan bentuknya, tapi bukan TB. Ya kalau kistenya belum mati nanti kita kena cacing pita dan itu bahaya, bisa meninggal,” tambah dia. “Mengkonsumsi makanan atau air yang mengandung larva atau telur cacing pita itu juga salah satu penyebab terjadinya infeksi cacing pita.”

Daging mengandung penyakit TBC yang ternyata informasi menyesatkan. (Sumber: Tangkapan Layar)

Cacing pita atau dikenal dengan Cestodes, tubuhnya bertekstur rata, menyerupai pita dan memiliki ruas-ruas pada tubuhnya. Cacing pita dewasa panjangnya bisa mencapai 25 meter dan hidup dalam rentang waktu 30 tahun.

Cacing pita juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui konsumsi daging sapi, babi, dan ikan yang tidak dimasak sampai matang.

Telur cacing pita yang masuk ke sistem pencernaan dapat menetas dan menyebabkan infeksi usus. Sementara itu, telur cacing pita yang berhasil keluar dari saluran pencernaan dapat memasuki jaringan tubuh atau organ lain dapat menyebabkan infeksi dan membentuk kantung berisi cacing di lokasi tersebut. “Oh ya, itu bisa menimbulkan kematian,” lanjut dia.

Contoh kedua adalah narasi panjang hampir mirip, namun dijelaskan lebih detail, seperti tangkapan layar berikut:

(Sumber: Grup Facebook Masyarakat Anti Fitnah Indonesia)

Informasi yang beredar pada 4 April 2024 meminta masyarakat waspada saat membeli daging dan jeroan karena bisa terjebak membeli daging berpenyakit. Dia menyebut penyakit dari sapi atau kerbau tetap bisa menular kepada yang mengonsumsinya meskipun sudah dimasak pada suhu tinggi. Informasi tersebut tidak benar.

Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian melalui laman Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari menjelaskan bahwa cacing hati mungkin saja bisa menular ke manusia secara tidak sengaja mengonsumsi telur cacing dalam bentuk metacercaria dari air ataupun daun yang terkontaminasi.

Tetapi mengonsumsi daging dari hewan yang terdapat cacing hatinya, maka daging tersebut tidak berisiko menular pada manusia jika dikonsumsi.

Jika daging hewan mengandung cacing hati, risiko penularannya pada manusia bisa dihindari dengan cara membuang bagian hati yang terinfeksi.

Berdasarkan situs Kementerian Pertanian, salah satu ciri cacing hati yakni adanya tonjolan yang terkadang bewarna putih atau merah pada hati hewan kurban. Warna hati sapi juga menjadi lebih gelap dibandingkan dengan hati sapi yang tidak ada cacingnya.

Sapi penderita cacing hati akan mengalami gangguan pencernaan berupa konstipasi atau sulit defekasi dengan tinja yang kering. Pada keadaan infeksi yang berat sering kali terjadi mencret, ternak terhambat pertumbuhannya, dan terjadi penurunan produktivitas.

Laman Alodokter.com menjelaskan bahwa manusia dapat tertular cacing hati jika mengonsumsi hati hewan mentah, sehingga hati perlu dimasak sepenuhnya untuk mencegah penyakit ini dari cacing hati yang tidak terlihat.

Terkait penyakit TBC pada daging, Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM melalui lamannya menjelaskan bahwa TBC dari hewan ternak khususnya sapi dapat menular ke manusia yang umumnya melalui inhalasi, mengonsumsi daging mentah, mengonsumsi susu yang tidak dipasteurisasi, hingga kontak luka terbuka kulit.

FKH UGM juga menjelaskan bahwa pada saat pemeriksaan postmortem daging yang diduga mengalami kelainan yang mencirikan suatu penyakit akan diafkirkan, sehingga risiko penyakit TBC melalui daging yang terinfeksi sangat rendah.

FKH UGM menyebut secara teori mengonsumsi daging mentah atau tidak dimasak dengan sempurna dari sapi yang menderita TBC maka bisa terjadi penularan kepada manusia.

Informasi menyesatkan mengenai vaksin PMK menular ke manusia. (X/Tangkapan Layar)

Narasi lain yang menyesatkan adalah mengenai daging sapi yang baru saja mendapatkan vaksin PMK berbahaya apabila dikonsumsi. Narasi tersebut beredar pada Juni 2022 lalu.

Disebutkan bahwa mereka yang mengonsumsi daging sapi yang baru saja divaksin PMK akan terkena efek shedding, yang berarti ketika sesuatu melepaskan salinan virus dari tubuhnya.

Koordinator Tim Satgas Pengendalian PMK Universitas Diponegoro (Undip), drh Dian Wahyu Harjanti, PhD menjelaskan penyakit PMK tidak menular ke manusia, atau bukan penyakit zoonosis.

Dalam laman undip.ac.id, dijelaskan setelah ternak disembelih terjadi proses rigor mortis yang mengakibatkan pH daging turun di bawah 5,9. Penelitian menunjukkan pada kadar pH di bawah 5,9 virus penyebab PMK tidak lagi aktif.

Jika sapi sudah dipotong, bagian paling aman dikonsumsi adalah daging. Sementara untuk organ seperti sumsum tulang, tulang, kepala, limfoglandula dan jeroan harus dipisahkan dari daging.

“Tidak semua sapi yang disembelih, semua organnya bisa dikonsumsi. Sapi yang terinfeksi juga ada yang tidak menunjukkan gejala klinis atau bahasa kedokterannya adalah ‘sub-klinis’ atau mungkin memang belum sampai onset-nya (menunjukkan gejala). Seperti yang kita ketahui onset-nya bisa sampai 14 hari,” tutur Dian.

Surat Edaran Menteri Pertanian tentang pemotongan hewan di daerah wabah atau tertular PMK mengatur agar bagian-bagian sapi potong (kepala, kaki daerah kuku, jeroan, tulang dan buntut) di daerah wabah untuk direbus dalam air mendidih minimum 30 menit.

Surat itu, ditujukan agar virus tidak mencemari lingkungan. Bukan untuk mencegah PMK menular ke manusia.

Sehingga, bahwa informasi yang menyebut adanya bagian-bagian tertentu dari hewan terkena PMK yang tak boleh dikonsumsi tersebut adalah keliru. Bagian yang bisa dikonsumsi hewan ternak yang terkena PMK maupun hewan ternak yang sehat sama saja. Tak ada bagian tertentu yang dilarang dikonsumsi.

Agar tak terjebak dalam narasi menyesatkan tersebut, beberapa hal yang bisa dilakukan sebelum menyebarkan informasi adalah:



  1. Cek judul berita atau informasi

Berita atau informasi menyesatkan atau tidak benar memiliki judul yang cenderung provokatif, sehingga pengaksesnya akan tergerak untuk kembali membagikan informasi itu atau setidaknya membacanya sampai tuntas.

Informasi mengenai daging kurban yang benar bisa diakses di laman resmi media online, atau Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pertanian (Kementan) maupun Juru Sembelih Halal (Juleha) yang sudah mendapatkan pelatihan.

  1. Cermati alamat situs

Pastikan informasi mengenai daging kurban itu berasal dari sumber yang kredibel. Salah satu ciri utama hoaks atau informasi menyesatkan adalah sumber informasi yang tidak dapat dipercaya. Ketika mendapatkan suatu informasi atau berita, cek terlebih dahulu apakah sumbernya terpercaya.

Carilah informasi dari situs berita resmi, media massa yang terkenal, atau ahli di bidang peternakan. Jika sumbernya tidak diketahui atau tidak dapat diverifikasi, ada kemungkinan besar itu adalah hoaks.

  1. Periksa fakta

Informasi menyesatkan, tidak benar, atau hoaks seringkali mengandung fakta yang tidak diverifikasi atau tidak ada bukti yang mendukung.

Lakukan riset mandiri dan mencari sumber-sumber lain yang dapat memverifikasi kebenaran informasi sebelum percaya dan menyebarkannya.

Caranya mengecek keberadaan berita atau informasi tersebut di media online terpercaya. Apabila berita atau informasi itu benar, tentu saja akan banyak media yang memberitakan. Begitu pula sebaliknya.

Contoh sumber yang kerap membagikan informasi yang akurat mengenai daging kurban adalah pertanian.go.id, Sekolah Vokasi UGM, dan Sekolah Vokasi ITB.

  1. Cek keaslian foto atau video

Gunakan berbagai fitur mesin pencarian seperti Google Image untuk cek keaslian dari foto ataupun video yang dibagikan melalui media sosial dan aplikasi berbagi pesan.



Foto atau video hoaks biasanya memiliki resolusi yang rendah dan objek di dalamnya tidak terlihat jelas.

Salah satunya apabila menemukan foto daging yang diberi narasi sebagai daging kurban, bisa dicek keasliannya, dan mengetahui sumber pertama foto itu. Terkadang, foto daging rusa bisa diberi narasi daging sapi untuk mengelabui pembaca.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya